HEADLINE NEWS

Berita Terbaru

Islam, Aqidah dan Syar'i

Written By Unknown on Thursday, August 15, 2013 | 9:02 PM


Sejarah tidak mampu berbohong ketika islam menguasai 2/3 dunia, kemajuan di bidang IPTEK, ekonomi, keadilan dan kesejahteraan yang tidak saja dirasakan oleh kaum muslimin, bahkan non-Muslim di seluruh belahan bumi sejak tahun 623 M dan mampu bertahan hingga berabad-abad lamanya.

Tapi belakangan, sejarah emas yang berhasil ditorehkan dan mampu bertahan berabad-abad lamanya itu kini terpuruk hampir di segala segi. Permasalahan ini telah menjadi perdebatan panjang dikalangan ummat muslim sendiri dengan menyuguhkan tema besar berjudul;"لماذ تقدم الغرب و تأخر الإسلام؟ "

Menjadi pertanyaan memang, pada satu sisi kenapa ada yang begitu mulia dengan islam sementara yang lain dengan islam yang sama justru terpuruk? Kenapa islam pada suatu masa dapat memberikan pencerahan dan harapan bagi seluruh ummat manusia, tapi pada saat yang lain islam dipandang rendah oleh umat manusia. Padahal masih dengan islam yang sama. Tentu ada sesuatu yang hilang yang menjadikannya tidak berjalan seimbang dan konsisten. 
اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي و رضيت لكم الإسلام دينا
Padahari ini Ku-sempuurnakan untuk kamua gamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dant elah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al-Maidah:3) 

Setidaknya ada dua unsur dalam islam yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, kedua unsur tersebut adalah Aqidah dan Syariat.
Syeikh Muhammad Syaltut ketika menjelaskan kedudukan Aqidah dan Syariat menulis: Aqidah itu didalam posisinya menurut islam adalah pokok yang kemudian dibangun syariah. Sedangkan syariat adalah hasil yang dilahirkan oleh aqidah tersebut. Dengan demikian tidak akan terdapat syariat di dalam islam, melainkan karena adanya aqidah. Sebagaimana syariat tidak akan berkembang melainkan dibawah naungan aqidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa aqidah laksana gedung tanpa pondasi.

Aqidah sendiri pada dasarnya adalah penyerahan diri kepada Allah SWT., beriman kepada-Nya tanpa menyekutukannya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan bersandar pada rukun islam. Dengan ini Aqidah mengatur hubungan antara Allah SWT dan manusia dengan membersihkan dan mensucikannya, maka seorang mukmin akan bersikap hangat dihadapan mukmin yang lainnya sesuai kadar penghambaannya pada Allah SWT., ia juga tidak membutuhkan pada yang lain sesuai kadar kebutuhannya pada Allah SWT, mencintai dirinya dan selain dirinya sesuai kadar keimanannya bahwa kemuliaan hanyalah milik Allah.

Sedangkan syariat adalah asas yang merealisasikan kemaslahatan bagi manusia. Didalamnya meliputi aturan-aturan bermuamalah, menciptakaan kehidupan yang terpuji, menyempurnakan akhlak yang baik, menumbuhkan hati yang saling mencintai dan menyayangi, membentuk pemikiran untuk memakmurkan bumi dan merealisasikan kebahagiaan didalamnya dan membiasakan manusia pada perbuatan-perbuatan baik hingga membentuk persaudaraan sesama muslim.

Seperti halnya syariat tanpa aqidah laksana gedung tanpa pondasi, maka aqidah tanpa syariat seperti pondasi yang tidak pernah menjadi suatu bangunan. Kedua unsur ini tidak biasa dipisahkan seperti tidak dapat dipisahkannya sebuah cahaya pada bola lampu. Karena Aqidah berhubungan langsung dengan manusia itu sendiri sedangkan syariat mengatur pergaulan antara manusia yang meliputi hukum-hukumnya baik itu sesama muslim ataupun non-muslim. Dengan demikian syariat sebenarnya adalah real action dari aqidah.

Sebuah pepatah Turki mengatakan, “Yang kuat adalah yang mampu bangkit saat terjatuh”, jika islam hari ini sedang terjatuh maka kejayaannya masa lalu adalah bukti islam pernah berdiri gagah. Logikanya adalah jika islam dengan kedua unsur tersebut pernah berdiri, mengapa tidak mencoba berdiri kembali dengan unsur yang sama? Mengapa kita justru mengejar khayalan-khayalan Barat yang semu? Mengapa memilih yang belum pasti dari pada yang sudah pasti? Mengapa kita belum menyadarinya?

وما يستوي الأعمى و البصير و الذين امنوا و عملوا الصالحات ولا المسئ قليلا ما تتذكرون
Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal shaleh dengn orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. (QS. Al-Mu’min:58)

Tentu saja ada resiko saat memutuskanmelaksanakan aqidah dan syariat, dan resikot erbesarnya adalah memberikan tambahan keyakinan akan kebenaran pada Agama ini.
Wallahu ‘alambishawab.

Jika Cinta, Mengapa Menderita?


Sudah sangat banyak penggambaran kondisi paradoks orang yang sedang dilanda jatuh cinta. Satu sisi, cinta memberikan banyak kegembiraan dan energi yang melimpah, namun di saat yang sama ternyata menimbulkan derita tiada tara. Bukankah ini paradoks. Jatuh cinta (konon katanya) sangat sulit dilukiskan situasinya dengan kata-kata. Namun gejala kegembiraan dan penderitaan mudah dirasakan oleh orang yang mengalami, dan mudah dilihat oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.
Jatuh cinta tidak hanya dimiliki anak-anak muda. Orang tuapun bisa mengalaminya, bahkan saat sudah berusia lanjut usia. Tidak memandang usia dan jenis kelamin, jatuh cinta bisa melanda siapa saja yang menyediakan diri untuk mengalaminya. Jika anda termasuk orang yang menyediakan diri untuk jatuh cinta –apalagi berulang kali—pertimbangkan masak-masak kondisinya. Paradoks, dan seringkali tidak produktif.
Ceria, Namun Gelisah
Orang yang tengah mengalami jatuh cinta mendapatkan hati yang ceria dan berbunga-bunga. Namun pada saat yang sama, sering merasakan kegelisahan. Gundah, galau. Khawatir ditinggalkan, tidak sabar ingin segera bertemu, gelisah jika lama tak berjumpa. Penampilannya tampak berbeda, lebih rapi, dan lebih memperhatikan pakaian atau dandanan, termasuk asesorisnya. Namun sangat mudah dilanda perasaan gelisah dan resah. Tampak seperti orang bingung.
Ingin Selalu Bertemu, Namun Mau Apa?
Orang boros pulsa adalah orang yang sedang jatuh cinta. Telepon, SMS, chatting, dan berbagai sarana komunikasi lainnya. Pulsa membengkak tidak terasa. Itu adalah manifestasi perasaan ingin selalu bertemu, namun setelah bertemu bingung pula, mau melakukan apa? Ngobrol, sudah habis bahannya. Bohong, sudah sangat sering dilakukan. Akhirnya berjalan “ngalor ngidul”, bicara ngelantur, yang penting selalu bertemu atau mendengar suaranya.
Penderitaan Jatuh Cinta
Sebuah tembang Jawa, telah memberikan gambaran yang tepat akan penderitaan orang-orang yang sedang dilanda kasmaran. Wuyung, judul lagu tersebut, maknanya adalah jatuh cinta.
Laraning lara / Ora kaya wong kang nandhang wuyung / Mangan ora doyan / Ora jenak dolan, neng omah bingung / Mung kudu weruh / woting ati duh kusuma ayu / Apa ora trenyuh / sawangen iki awakku sing kuru / Klapa mudha leganana nggonku nandhang branta / Witing pari dimen mari nggonku lara ati / Aduh nyawa / Duh duh kusuma / Apa ora krasa apa pancen tega / Mbok mbalung janur / Paring usada mring kang nandhang wuyung….
Jika diterjemahkan secara bebas, maka kurang lebih maknanya seperti ini.
Sakitnya sakit / tidak seperti orang yang sedang jatuh cinta / makan terasa tidak enak / bepergian tidak nyaman, di rumah juga bingung / hanya ingin selalu melihat si tambatan hati / duhai bunga yang cantik / apa kamu tidak sedih / lihatlah badanku yang kurus ini / legakan perasaanku yang sedang kasmaran / biar sembuh sakit hatiku / aduh jiwaku / wahai bunga / apakah kamu tidak merasa, atau memang tega / berilah obat kepada yang aku sedang kasmaran….
Sakitnya Sakit, Itulah Jatuh Cinta
Sakitnya sakit, tidak ada yang lebih sakit daripada orang yang jatuh cinta. Begitu penggal pertama lagu tersebut. Luar biasa mengharu biru cara mengungkapkannya. Jatuh cinta justru dikatakan sebagai sakit yang paling sakit. Beberapa kalangan pujangga menyebutkan jatuh cinta itu adalah derita tanpa akhir. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, bepergian tidak nyaman, di rumah pun bingung.
Seorang ulama, Ibnul Qayyim al-Jauzy menyatakan, “Jika engkau ingin tahu tentang siksaan pemburu dunia, maka renungkanlah keadaan orang yang sedang didera rasa cinta“. Hal ini menggambarkan, betapa para pemburu kenikmatan dunia justru berada dalam kondisi yang kontradiktif, karena jatuh cinta justru membuat mereka menjadi sakit.
Seorang penyair mengungkapkan :
Tidakkah di dunia ini ada orang yang lebih menderita dari pencinta / Meski ia mendapatkan cinta ini manis rasanya / Engkau lihat ia selalu menangis pada setiap keadaan / Karena takut berpisah, atau takut karena rindu mendalam / Ia menangis jika berjauhan, sebab didera kerinduan / Ia menangis pula saat berdekatan, sebab takut perpisahan / Air matanya mengalir saat bertemu / Air matanya mengalir saat berpisah.
Luar biasa penderitaan dan sakit yang muncul karena jatuh cinta. Ungkapan penyair tersebut memperkuat “laraning lara” dalam lagu Wuyung. Coba perhatikan penggalan kalimat penyair ini, “Air matanya mengalir saat bertemu / Air matanya mengalir saat berpisah”.
Maka, hati-hati menjaga hati. Jangan cepat jatuh cinta. Jangan cepat terpedaya. Bentengi diri dengan iman yang kuat. Jaga diri dengan akhlak mulia. Jaga interaksi agar tidak membawa derita.
Sumber: http://www.fimadani.com/jika-cinta-mengapa-menderita/

Syarm el-Sheikh, Tempat Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir


Kandungan isi Alquran tidak saja berisi tentang hukum-hukum ajaran agama islam. Ia adalah sebuah kitab suci yang sanggup mengumpulkan berbagai macam ilmu pengetahuan dunia dan akhirat. Tidak terkecuali semua peradaban maupun kisah semenjak turunnya Nabi Adam ke muka bumi ini sampai munculnya hari kiamat telah Allah gambarkan di dalam ayat-ayat suciNya.

Banyak sekali kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran yang masih belum kita jelajahi keseluruhannya. Hal ini menunjukkan bahwa Alquran adalah sumber rujukan utama dalam sejarah peradaban umat manusia. Semua kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran sarat akan hikmah dan makna yang mendalam. Hanya orang-orang yang berimanlah yang mampu merasakan semuanya itu.
Dari ke sekian kisah yang terdapat dalam Alquran adalah pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khidir.

Allah berfirman:

“Dan ketika Musa berkata kepada anak muda (pembantunya dan sekaligus juga muridnya), "Aku masih akan terus berjalan sampai batas pertemuan dua laut, atau berjalan dalam waktu panjang. Ketika Musa dan pembantunya tiba pada pertemuan dua laut, mereka lupa akan ikan yang mereka bawa atas perintah Allah. Ikan itu jatuh ke laut dan pergi.” (QS. Alkahfi:60-61)
Disebutkan bahwa kisah ini bermula ketika Nabi Musa mengajari Bani Israil berbagai ilmu. Sehingga mereka sangat terkagum-kagum akan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Nabi Musa. Namun Allah mengujinya dengan mendatang seseorang kepadanya dan bertanya:
“Wahai Nabi Allah, adakah di dunia ini seseorang yang lebih berilmu daripada engkau?”
Nabi Musa menjawab, “Tidak.”

Jawaban ini didasari dengan pengetahuan yang ada pada beliau dan sebagai dorongan umatnya agar menimba ilmu yang ada pada beliau. Saat itu juga Allah mengabarkan kepada beliau bahwa ada seorang hambaNya yang lebih berilmu daripadanya. Ia adalah Nabi Khidir , yang ada di daerah pertemuan dua laut. Hamba tersebut mempunyai ilmu yang tidak ada pada beliau dan hal-hal yang sulit dijangkau oleh Nabi Musa. 

Akhirnya muncullah keinginan beliau untuk bertemu dengan hamba shaleh tersebut guna menimba ilmu yang ada padanya. Kemudian beliau memohon agar Allah mengizinkannya untuk mempertemukan dengan Nabi Khidir tesebut. Dan Allah pun menerangkan kepada beliau tempat di mana Nabi Khidir berada, dengan memerintahkan agar beliau membawa bekal seekor ikan.
Syaikh As Sa’di rahimahullah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, bahwa Nabi Musa beserta muridnya akan terus menerus berjalan walaupun dalam keadaan bersusah payah. Sampai akhirnya mereka tiba  di pertemuan antara dua laut, yaitu tempat dimana Allah telah mewahyukan kepadanya bahwasanya ia akan mendapatkan seseorang hamba-Nya yang shaleh, memiliki ilmu yang tidak ada pada nabi Musa”.

Para ulama dan golongan ahli tafsir berbeda pendapat tentang tempat pertemuan mereka berdua. Namun Dr. Abdurrahim Raihan, direktur umum riset keilmuan dan penelitian sejarah dari Sinai Mesir menguatkan bahwa pertemuan kedua Nabi tersebut terletak di daerah Syarm el-Sheikh sebelum 3200 tahun silam.
Penelitian modern tersebut menunjukkan bahwa pertemuan antara dua laut tersebut terletak di wilayah Ra’su Muhammad yang berada di ujung segitiga dataran Sinai, ini bisa ditempuh dengan jarak 53 KM dari Syarm el-Sheikh. Kota tersebut  pas terletak diantara dua teluk  Al-‘Uqbah dan Suez di Sinai Selatan.

Dr. Raihan melanjutkan, penelitian tersebut adalah hasil dari pengkajian ilmiah oleh seorang peneliti sejarah yang bernama ‘Imad Mahdi dengan bantuan tehnik cuplikan foto dari satelit buatan, sehingga membuka tabir tempat pertemuan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir. Sangat jelas sekali bahwa secara etnis bahasa pertemuan antara dua laut tersebut tidak cocok dengan geografis di tempat manapun dimuka bumi ini kecuali di Ra’su Muhammad. Ditambah dengan bantuan satelit yang mampu menyingkap tempat tersebut, yang letaknya tepat di batu besar tempat menghilangnya ikan yang dibawa oleh murid Nabi Musa[1]. Itulah satu-satunya batu besar yang berada di tengah-tengah jalan masuk ke Ra’su Muhammad.

Dr. Raihan menunjukkan bahwa Satelit memperlihatkan dermaga kapal yang disinggahi oleh Nabi Khidir terletak lebih dari 300 meter dari batu besar (tempat pertemuan nabi Musa dan Khidir). Dan melintasi batu karang di tepinya dengan jarak 50 meter sampai kapal tersebut terbenam ke dalam air hingga 6 sampai 8 meter. Dan diperjelas kembali bahwa garis perjalanan kapal tersebut datang dari teluk Suez menuju ke teluk al-‘Uqbah.
Wallahu a’lam (Jefri Yandi)


[1] Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa itu bernama Yusya’ bin Nun

Bukan Salahku Terlahir Miskin (Part1)



Terik matahari siang itu benar-benar menguji iman, panas tak terkira. Aku berjalan gontai menyusuri jalanan aspal di hadapanku. Sejauh mataku memandang tak ada manusia yang berjalan kaki sepertiku, mungkin mereka merasa bodoh jika harus melakukannya di tengah hari bolong seperti ini. Mobil dan motor lalu lalang di sekitarku, aku melihat pemandangan ini dengan mengeryitkan kening. “ Apakah mereka masih merasakan panas di dalam mobil? mengapa mereka seakan begitu ingin cepat sampai di tempat tujuan?”. Aku menghela napas, menyeka keringat yang sedari tadi tak mau berhenti mengucur. Bajuku basah, mondar-mandir di jalan sudah menjadi kebiasaanku.

Hari ini hari minggu, hari bersantai bagi semua orang, yah semua orang! tapi tidak bagiku, tidak ada kata “santai” dalam kamus kehidupanku. Namaku Farhan, sehari-hari aku bekerja memungut sisa plastik dan botol-botol bekas air mineral. Sebagai seseorang yang sekolah dasarpun tak tamat, aku pasrah pada keadaan, bukan aku yang memilih pekerjaan ini tapi pekerjaan ini yang memilihku. Tak apa, aku tak keberatan, demi keluarga kecilku −istri dan seorang anakku− selama itu halal, apapun akan aku lakukan.

Karung yang berisi plastik dan botol-botol bekas yang kubawa terasa berat, aku haus, tenagaku lenyap diserap sinar matahari. Aku tak punya uang sepeserpun. Kulangkahkan kakiku dengan perlahan, sebentar lagi aku sampai di tempat penukaran. Barang-barang ini akan ku tukar dengan beberapa lembar rupiah, satu kilo barang ini akan di hargai 3000 rupiah, jumlah yang tidak sepadan dengan lelahku setelah berkeliling kota mencarinya.
 ***
Kreeeekk ..
Bunyi sebuah pintu ketika terbuka. Di baliknya, terdapat halaman yang cukup luas, terlihat kumuh dan kotor.  Ada banyak truk terparkir disana, sebuah truk terisi penuh dengan botol-botol plastik bekas. Lurus dari tempatku berdiri, seseorang mendekatiku.
“ Oii .. Farhan .. ” aku menoleh kepadanya lalu tersenyum.
Seorang lelaki kurus kering berjalan terseok kearahku, kaki kirinya tidak berfungsi dengan baik sehingga dia berjalan dengan pincang, namanya Mabrur.
“ Sudah kau setor milikmu ? ” tanyanya. Matanya melirik pada dua karung penuh yang kupanggul.
“  Wow .. banyak sekali, kau bekerja dari subuh ? ”.
“ Ah tidak, ini sisa kemarin, aku lupa menyetornya ”.
“ Kau dapat berapa hari ini ? ”. Aku balik bertanya.
Tidak kulihat karung yang seharusnya dia bawa, itu berarti dia telah menyetor dari tadi, padahal hari masih siang.
“ Ah .. sudahlah .. kau setor saja dulu punyamu, aku akan memberi tahumu nanti ” dia tersenyum.
Sembari mendorong tubuhku agar segera berjalan mendekati tempat timbangan. Hari ini aku membawa dua karung penuh, itu artinya uang yang kuterima 30.000 ribu. Alhamdulillah, aku tersenyum puas. Setelah selesai menyetor, aku berniat segera pulang, tapi kemudian teringat perkataan Mabrur saat terakhir kali berbicara denganku. Tempat ini penuh dengan orang sepertiku. Berpakaian lusuh, sedikit robek, dan memakai sandal bekas, mereka terlihat akrab satu sama lain, mungkin keadaan ekonomilah yang membuat kami bersatu.
“Berapa yang kau dapat hari ini ?” Mabrur bertanya saat kami dalam perjalanan pulang.
Bersambung… 
(Jefri Yandi)

Bukan Salahku Terlahir Miskin (Part 2-Tamat)


Tidak ku lihat karung yang seharusnya dia bawa, itu berarti dia telah menyetor dari tadi, padahal hari masih siang.
“ Akh .. sudahlah .. kau setor saja dulu punyamu, aku akan memberi tahumu nanti ” dia tersenyum.
Sembari mendorong tubuhku agar segera berjalan mendekati tempat timbangan. Hari ini aku membawa dua karung penuh, itu artinya uang yang kuterima 30.000 ribu. Alhamdulillah, aku tersenyum puas. Setelah selesai menyetor, aku berniat segera pulang, tapi kemudian teringat perkataan Mabrur saat terakhir kali berbicara denganku. 

Tempat ini penuh dengan orang sepertiku. Berpakaian lusuh, sedikit robek, dan memakai sandal bekas, mereka terlihat akrab satu sama lain, mungkin keadaan ekonomilah yang membuat kami bersatu.
“ Berapa yang kau dapat hari ini ? ” Mabrur bertanya saat kami dalam perjalanan pulang.
Hari sudah sore, matahari perlahan telah bersiap kembali ke peraduannya, berganti dengan rembulan. Aku menenggak habis air yang ku beli di warung dekat tempat menyetor,
Setelahnya baru aku menjawab “ 30 ribu rupiah, dipotong 1000 untuk membeli air buat kita berdua ” aku menjawab sekenanya.
“ Farhan .. ” Mabrur lirih berucap .
“ Ya , ada apa ? ”
“Boleh tidak, ku pinjam sedikit uangmu ?”. Katanya ragu-ragu, ia menunduk, memperhatikan jalanan.
Aku merasa kecanggungan. Bagi orang seperti kami, pinjam meminjam uang adalah hal yang sensitif, bukan pelit, tapi kami memang tak biasa meminjamkan, uang yang kami dapat setiap harinya sangat terbatas, hanya sanggup menutupi kebutuhan hari itu juga. Apalagi aku yang telah berkeluarga, bukan hanya perutku yang menjadi tanggunganku, tapi juga perut istri dan anakku.
“ Buat apa ? ” aku bertanya setelah beberapa menit kami saling diam.
“ Aku ingin membeli sedikit hadiah untuk ibuku, seumur hidup aku tidak pernah memberinya hadiah. Besok hari ulang tahunnya, hanya aku yang dia miliki selama ini, aku ingin sekali membalas jasanya. Aku ingin membuatnya terharu, sekali saja ” dia menjelaskan panjang lebar, sambil tetap menunduk. Sulit bagiku melihat ekspresi wajahnya. Ada rasa haru menyelip dalam dadaku, aku sungguh menghargai niat tulusnya. Dengan perlahan, ku sodorkan uang 10 ribu padanya,
“ Ambillah .. ” kataku sambil tersenyum ke arahnya. Dia mendongak “ terima kasih ” .
 ***
“ Adi sakit bang .. ” kata Erna−istriku−setibanya aku di rumah, hari sudah gelap. Pantas saja tidak kulihat anakku bermain di depan rumah kami, seperti yang biasa dia lakukan.
“ Sakit apa ? ” aku bertanya.
“ Badannya panas, dari tadi dia hanya ku baringkan di kamar. Sudah ku kompres ” aku menangkap nada cemas dalam suaranya.
Segera kami berdua beranjak ke kamar, kamar kami kecil, terlalu kecil untuk menampung 3 orang. Ku lihat anakku berbaring, selimut yang menutupi tubuhnya terlihat semakin lusuh diterpa temaram lampu minyak. Seluruh rumahku memang hanya di terangi lampu minyak, aku belum sanggup membayar listrik.
“ Adi sayang .. ” aku menyapa anakku, ku usap kepalanya dan memang terasa panas.
“ Ayah .. ” dia berbalik lalu memeluk kakiku, aku lalu membaringkan tubuhku disisinya, agar dia lebih leluasa memelukku.
“ Kepala adi sakit yah, mulut adi pahit, adi lapar ” dia mengeluh padaku.
“ Adi pengen makan apa sayang ? ” tanyaku sambil mengecup kepalanya
“ Adi pengen makan bubur ayam yah ”
“ Sebentar ya sayang , ayah beli dulu. Tapi habis itu, adi juga harus minum obat ”
Dia mengangguk pelan, aku lalu beranjak keluar kamar.
“ Ada uang Erna ? ” aku bertanya pada istriku, dia menggeleng.
“ Sudah Erna bayarkan utang di warung tadi pagi bang ”
“ Ya sudah, abang pergi beli bubur ayam dan obat dulu, kau jaga Adi ”
***
Cahaya lampu jalan menyinari langkahku, bulan malam ini tertutup awan, seakan malu karena cahaya lampu jalan, motor, dan mobil yang lalu lalang terlihat lebih terang, belum lagi cahaya lampu-lampu hias di gedung dan warung-warung.

“ Semuanya 14 ribu ” kata seorang gadis muda berkaca mata -yang menjaga apotik.
“ Obat penurun demam ? ” tanyaku heran. Dia mengangguk, dengan ragu ku serahkan uang 14 ribu padanya.

Aku pulang dengan langkah gontai, ku remas sisa uang dan obat di tanganku. Segera aku teringat akan bubur ayam yang adi inginkan. Sekarang uang yang kupunya tinggal 5 ribu, dimana aku harus mencari penjual bubur ayam yang menjual bubur ayamnya dengan harga 5 ribu ? aku bingung. Otak dan kakiku tidak bekerja searah, begitu tersadar dari lamunan, aku menemukan diriku di depan sebuah pasar malam.

Ramai sekali pasar malam ini, ku lihat banyak anak kecil bersama orang tuanya. Mereka terlihat begitu bahagia, akh .. kapan aku juga bisa membawa keluargaku bersantai seperti ini ?. Seketika mataku melihat gerobak penjual bubur ayam, ku dekati “ berapa semangkuk bang ? ”
Dia Nampak sedikit kaget “ 10 ribu satu mangkuk, mau berapa bang ? ” dia balik bertanya dengan ramah. Aku menunduk lalu menggeleng, “ nggak jadi bang ” tanpa menunggu komentarnya, aku berlalu. Dimana harus ku cari 5 ribu lagi ? pertanyaan itu terus menggerogoti otakku.
 ***
Entah sudah berapa lama aku disini, aku harus segera pulang, Adi pasti menungguku. Ketika hendak berjalan, kurasakan ujung bajuku di tarik, aku menoleh, seorang anak perempuan berdiri memegang bajuku, umurnya mungkin sekitar 5 tahun, matanya terlihat sembab. Aku membungkuk, dia memakai baju yang bagus dan bersih dan tangan kirinya nampak menggenggam uang 10 ribu. Mungkin dia terpisah dari orang tuanya, tak heran banyak sekali orang di sekitar sini. Aku lalu berjongkok, agar anak itu bisa menatap wajahku tanpa harus mendongak ke atas.

Aku teringat pada Adi, dia mungkin sedang merintih kelaparan saat ini, aku melirik uang di genggaman anak itu. Bagaimana kalau aku ambil saja? toh dia tidak akan mengerti, dia kan masih anak-anak. Perlahan, ku coba mendiamkan anak itu, berhasil! Aku semakin yakin untuk mengambil uangnya untuk membeli bubur.  Anak ini terlihat kaya, kehilangan 10 ribu tentu tidak masalah bagi orang tuanya.

Dengan lembut kubuka genggaman tangan anak kecil itu, ku ambil uangnya, lalu aku berdiri. Dia menatapku dan terlihat seperti akan menangis lagi. Aku menggenggam lagi tangannya dan ku coba mendiamkannya, tapi kali ini tidak berhasil, aku mulai panik. Seorang ibu berteriak “ Tifaaa .. ” aku dan anak itu menoleh, kemudian tangisnya bertambah keras. Ibu yang berteriak tadi berjalan cepat kearahku, ya Allah! apa dia melihat aku mengambil uang anaknya? Aku berbalik dan mencoba berlari, aku hempaskan begitu saja tangan anak itu. Rupanya dia oleng dan terjatuh.

“ Tifaaa … ” ibu tadi berteriak histeris, berlari ke arahku dan anak itu. Aku berlari menjauh.
“ Toloonngg .. pencuri anak ..!” dia berteriak lagi. Apa? dia menuduhku mencoba mencuri anaknya? dia berteriak berulang kali, sambil menunjukku. Aku berlari sekuat tenaga.
Bhuukk .... terasa ada yang menghantam belakangku dengan keras, aku kehilangan keseimbangan, mereka lalu menendang dan memukulku. Aku yang telah ambruk karena di hantam benda yang tak ku ketahui tak lagi kuat mengelak apalagi melawan. Sekujur tubuhku terasa ngilu, ku rasakan cairan hangat merembes dari hidungku, aku kehilangan kesadaran.
 ***
Kepalaku pusing. Perlahan kesadaranku pulih dan sekujur badanku terasa kaku dan sakit bila di gerakkan. Aku berusaha mengenali tempat dimana aku terbaring sekarang dan innalillah, aku berada di dalam sel! Aku segera sadar, air mataku mengalir, bagaimana keadaan anakku ? sudahkan dia mencicipi bubur yang dia inginkan? ku raba kantong celana lusuhku, masih ada obat disana.

Keesokan harinya aku di periksa, para polisi itu bertanya mengapa aku ingin menculik anak itu, aku menjawab jujur, aku hanya ingin uangnya karena aku butuh uang. Mereka terus bertanya dan bertanya.
Lalu istriku datang menemuiku, dia menangis memelukku. Aku merasa menjadi orang yang paling tidak berguna sedunia. Ketika hendak pulang, kuserahkan obat yang kubeli untuk anakku. Dia pergi dengan air mata yang tak henti mengucur, pengelihatanku kabur oleh air mata dan wajah anakku.

Seminggu sudah aku di tahan, istriku setiap hari datang menjenguk, anakku tidak pernah di bawanya. Aku juga tidak ingin dia melihatku dalam keadaan seperti ini. Besok aku disidang, aku tidak punya pengacara atau siapa pun yang bisa membelaku di siding nanti. Pengacara? untuk makan saja aku susah! kali ini aku pasrah. Ku dengar orang tua anak itu menyewa pengacara terbaik di negeri ini. tak heran, ayah anak itu adalah pengusaha sukses.
 ***
Ruangan sidang penuh dengan kursi. Polisi mendudukanku di kursi yang beberapa langkah tepat di hadapan hakim. Orang-orang yang ingin menyaksikan jalannya sidang sudah duduk rapi. Erna−istriku−datang bersama pak Ali, tetanggaku dan Mabrur. Mereka berpakaian seadanya.

Sidang pun dimulai, mereka mulai berbicara. Pengacara orang tua anak itu sesekali bertanya padaku, aku menjawab apa adanya. Pengacara itu berbicara dengan sedikit pongah, menyalahkanku dan apa saja yang bisa ia salahkan. Aku hanya bisa menunduk, aku memang bersalah. Tapi aku melakukannya karena terpaksa, karena tidak ada pilihan lain. Dan sekarang tanpa seorangpun pembela, aku semakin terpuruk.
Sejam sudah aku duduk disini, menjadi terdakwa sebuah tindak kejahatan, di hadapanku hakim telah siap membaca putusan.

“ Saudara Farhan, atas tuduhan pencurian dan penganiayaan yang anda lakukan terhadap seorang anak di bawah umur, beserta bukti-bukti serta saksi-saksi yang ada maka saya putuskan anda bersalah dan dijatuhi hukuman 2.5 tahun penjara ” palu di ketuk.

Aku tertunduk lesu, air mataku tidak bisa lagi ku bendung. Mengapa aku harus mengalami semua ini? Pengacara tadi menyalahkanku sedemikian rupa, menyalahkan tindakanku, pikiranku, dan kemiskinan yang menderaku, seolah-olah ini salahku sepenuhnya! Mengapa melimpahkan semua kesalahan padaku? mengapa tidak menyalahkan orang tua anak itu yang membiarkan anaknya terpisah dari mereka? atau mengapa tidak mempermasalahkan sistem Negara ini yang menelantarkan orang miskin seperti aku? yang membiarkan kami kelaparan di tengah kekayaan negeri yang begitu melimpah? mengapa membiarkan orang kaya semakin kaya dan orang sepertiku semakin terpuruk? aku merasa seperti tikus yang mati di lumbung padi!

Aku tidak rela dengan putusan ini, aku tidak ridha, aku tidak ikhlas, karena awan yang berarak di langit pun tahu, bukan salahku terlahir miskin. 

Saya Organisator Bukan Koruptor


Dunia ini terlalu pelik jika hanya dipandang dari satu sisi, semua monoton tanpa variasi dan semua akan terlihat jelek dengan satu warna yang terlalu kental di semua sisinya.
Aneh tapi nyata, manusia sangat menyadari itu semua tapi gak sedikit orang yang benci dengan keberagaman dan bahkan banyak yang bahagia hidup hanya di satu tempat, contohnya saya yang hanya hidup di sebuah kehidupan dari berjuta kehidupan lainnya.

Saya seorang mahasiswa indonesia yang tengah melanjutkan studinya di al-Azhar kairo-Mesir yang hanya hidup di dunia organisasi tanpa mengenal keindahan dunia lainnya dan pada akhir-akhir ini saya mulai menyadari akan kelemahan ini semua, untuk itulah saya memutuskan untuk mulai berbagi pada siapapun yang ingin menjadi lebih baik dari saya terutama bagi mereka yang juga sama hidup di luar negri tanpa ada orang tua yang mengingatkan kita. 

Dengan harapan bisa sedikit membantu anda keluar dari roda perputaran yang tak pernah berhenti. Semua ini bagaikan komedi putar sangat mengasyikkan namun hanya sejenak dan ingat saat waktunya habis anda akan diminta paksa untuk turun atau anda akan membayar kembali untuk mengulang kenikmatan semu itu semua.


Inilah "saya organisator bukan koruptor"

Allah Sang Tabib ( Kesaksian Seorang Dokter Ahli Bedah )


Penulis                 : Dr. H. Briliantono M. Soenarwo ( Dokter Tony )
Tebal Buku          : 276 Lembar
Penerbit               : Al Mawardi Prima
Tahun Terbit        : 2009
Resentator           : Andi Arifin El Syabariy

Dokter Tony - begiutlah baliau akrab dipanggil - seorang Dokter Ahli bedah tulang kelahiran  bandung 12 September 1956. pada awal bab bukunya yang berjudul “ Allah sang tabib “ ini, Dokter Tony akan mengajak sidang  pembaca menelusuri jati diri seorang Manusia, mengajak bertafakkur betapa luar biasanya Makhluq dengan nama manusia itu. ia mengawali bab pertama dengan menuliskan kata apik
“ Anda Makhluk Istimewa “ dan seterusnya hingga diakhiri dengan cerita Hikmah.
pada bab selanjutnya, penulis mengiring sidang pembaca bernostalgia kembali ke peradaban dulu, bagaimana perjalanan kesehatan dan sepak terjang dunia kesehatan pada masa lampau. Dimulai dari sejarah singkat kesehatan Barat, Yunani, Romawi,India, China dan  beliaupun mengambarkan dalam bentuk tulisan bagaimana selayang pandang  kesehatan Negara Timur Tengah seperti Mesir.
 Lelaki yang telah mengabdikan diri sebagai Dokter selama kurang lebih 20 tahun ini, menyuguhkan kepada para pembaca tentang perjalanan singkat  Ilmuan Muslim dibidang kedokteran, seperti Abu Bakar Ar Razi, Ibnu sina dan Abu Qasim az Zahrawi.
pada bab ke Tiga, Dokter kalahiran 1956 ini, menjelaskan bagaimana  islam memandang sakit dan penyakit, beliaupun bertutur tentang beberapa Hikmah daripada sakit itu sendiri, kesempatan Istirahat bagi tubuh misalnya. dan masih banyak yang lainya, anda dapat temukan pada bab ke –tiga didalam buku Ini.
Bab berikutnya, penulis mencoba mengajak sidang pembaca untuk meng-singkronisasikan antara Islam dan kesehatan, kemudian ditutup dengan kisah hikmah.
pendeknya, penulis  akan mengulas seputar sakit dan penyakit, ikhtiyar ketika sakit, relasi antara dokter dan pasien, pengobatan dan disuguhkan pula tips tips sehat ala Nabi Muhammad Saw, kemudian ditambah dengan kisah kisah inspiratif yang sarat dengan Hikmah. satu hal lagi yang perlu anda ketahui, ternyata Buku yang mengankat moto “ Ternyata Sehat itu Mudah dan Murah “ ini, telah mengelinding dipasaran, hingga pada April 2009 lalu buku bersampul Hitam ini dicetak ulang untuk ke-dua kalinya dan masuk dalam deretan buku Best Seller!.  Luar Biasa ! selamat membaca. 

    
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PMIK Mesir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger