Home » » Bukan Salahku Terlahir Miskin (Part1)

Bukan Salahku Terlahir Miskin (Part1)

Written By Unknown on Thursday, August 15, 2013 | 8:47 PM



Terik matahari siang itu benar-benar menguji iman, panas tak terkira. Aku berjalan gontai menyusuri jalanan aspal di hadapanku. Sejauh mataku memandang tak ada manusia yang berjalan kaki sepertiku, mungkin mereka merasa bodoh jika harus melakukannya di tengah hari bolong seperti ini. Mobil dan motor lalu lalang di sekitarku, aku melihat pemandangan ini dengan mengeryitkan kening. “ Apakah mereka masih merasakan panas di dalam mobil? mengapa mereka seakan begitu ingin cepat sampai di tempat tujuan?”. Aku menghela napas, menyeka keringat yang sedari tadi tak mau berhenti mengucur. Bajuku basah, mondar-mandir di jalan sudah menjadi kebiasaanku.

Hari ini hari minggu, hari bersantai bagi semua orang, yah semua orang! tapi tidak bagiku, tidak ada kata “santai” dalam kamus kehidupanku. Namaku Farhan, sehari-hari aku bekerja memungut sisa plastik dan botol-botol bekas air mineral. Sebagai seseorang yang sekolah dasarpun tak tamat, aku pasrah pada keadaan, bukan aku yang memilih pekerjaan ini tapi pekerjaan ini yang memilihku. Tak apa, aku tak keberatan, demi keluarga kecilku −istri dan seorang anakku− selama itu halal, apapun akan aku lakukan.

Karung yang berisi plastik dan botol-botol bekas yang kubawa terasa berat, aku haus, tenagaku lenyap diserap sinar matahari. Aku tak punya uang sepeserpun. Kulangkahkan kakiku dengan perlahan, sebentar lagi aku sampai di tempat penukaran. Barang-barang ini akan ku tukar dengan beberapa lembar rupiah, satu kilo barang ini akan di hargai 3000 rupiah, jumlah yang tidak sepadan dengan lelahku setelah berkeliling kota mencarinya.
 ***
Kreeeekk ..
Bunyi sebuah pintu ketika terbuka. Di baliknya, terdapat halaman yang cukup luas, terlihat kumuh dan kotor.  Ada banyak truk terparkir disana, sebuah truk terisi penuh dengan botol-botol plastik bekas. Lurus dari tempatku berdiri, seseorang mendekatiku.
“ Oii .. Farhan .. ” aku menoleh kepadanya lalu tersenyum.
Seorang lelaki kurus kering berjalan terseok kearahku, kaki kirinya tidak berfungsi dengan baik sehingga dia berjalan dengan pincang, namanya Mabrur.
“ Sudah kau setor milikmu ? ” tanyanya. Matanya melirik pada dua karung penuh yang kupanggul.
“  Wow .. banyak sekali, kau bekerja dari subuh ? ”.
“ Ah tidak, ini sisa kemarin, aku lupa menyetornya ”.
“ Kau dapat berapa hari ini ? ”. Aku balik bertanya.
Tidak kulihat karung yang seharusnya dia bawa, itu berarti dia telah menyetor dari tadi, padahal hari masih siang.
“ Ah .. sudahlah .. kau setor saja dulu punyamu, aku akan memberi tahumu nanti ” dia tersenyum.
Sembari mendorong tubuhku agar segera berjalan mendekati tempat timbangan. Hari ini aku membawa dua karung penuh, itu artinya uang yang kuterima 30.000 ribu. Alhamdulillah, aku tersenyum puas. Setelah selesai menyetor, aku berniat segera pulang, tapi kemudian teringat perkataan Mabrur saat terakhir kali berbicara denganku. Tempat ini penuh dengan orang sepertiku. Berpakaian lusuh, sedikit robek, dan memakai sandal bekas, mereka terlihat akrab satu sama lain, mungkin keadaan ekonomilah yang membuat kami bersatu.
“Berapa yang kau dapat hari ini ?” Mabrur bertanya saat kami dalam perjalanan pulang.
Bersambung… 
(Jefri Yandi)
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PMIK Mesir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger